Jumat, 28 Desember 2012

Investasi Jitu, Budidaya Karet 4,6 Juta / Bulan

Tanaman Karet ( Hevea Braziliensis ) kebanyakan di tanam di luar jawa yang lahannya luas. Untuk lahan sempit apakah masih ada keuntungannya ? Jawabannya ada !
Dengan lahan seluas 0.2 hektar pun kita masih bisa memanen sadapan dari pohon yang kita tanam, jadi jangan khawatir.

Memanen tanaman tahunan ( baik yang diambil bagian tanamannya, atau diambil kayunya ) saat ini sedang digandrungi banyak orang. Selain mendapatkan penghasilan dengan stabil ( karena umurnya yang lama yang lama ), penanam juga sekaligus melakukan usaha konservasi. Setelah tanaman keras / tahunan berproduksi, perawatan selanjutnya biasanya lebih mudah dan murah daripada tanaman holtikultura. Untuk itu, majalah trans agro memilih karet sebagai salah satu topic kali ini.

Ditemui di kediamannya di kota sejuk Wonosobo – Jawa Tengah, Hermanto (43) dengan mantab menjelaskan bahwa budidaya karet sangat menguntungkan. Pria ini menjelaskan seluk beluk tentang tanaman yang sangat prospektif ini. “awal mulanya, kita melakukan kerjasama dengan PT. JA Wattie untuk mengebunkan karet ini di seputaran wonosobo,” katanya membuka kisah. PT tersebut adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis skala nasional. Saat ini Hermanto bersama warga sudah berhasil menanam sekitar 50 hektar tanaman karet dan 30 hektar sudah mulai produksi.

Tanaman Karet bukan Tanaman asli Indonesia, tapi didatangkan dari luar negeri. Diluar negeripun, lateks dikenal belakangan. Dahulu, sebelum karet dikenal, para penduduk Amerika menggunakan tanaman yang lain juga menghasilkan getah. Setelah karet kemudian diketahui dapat menghasilkan lateks dapat jumlah yang banyak, maka tanaman lain pun ditinggalkan. Tanaman karet ini merupakan tanaman dari brazil yang kini telah banyak dikembangkan di banyak tempat termasuk Indonesia. Tanaman dari suku Euphorbia ini banyak dibudidayakan oleh PTPN. Seiring dengan keuntungan yang menjanjikan, banyak perorangan yang juga mengusahakan tanaman karet ini. Walaupun bisa dikembangkan dilahan sempit, karet tetap menuntut jarak tanam tertentu. Jarak tanam yang terlalu sempit akan menyebabkan tanaman menjadi lambat dalam pencapaian lilit batang sadap. Selain itu juga menyebabkan tanaman rentan penyakit dan tajuk gampang patah.

Dalam satu hektar, idealnya populasi tanaman adalah 500 – 600 pohon, atau jarak tanamnya sekitar 7 x 3 meter. Jarak tanam ini tidak baku, namun bisa sesuaikan menurut kondisi setempat. Untuk mendongkrak hasil lateks sesuai dengan jenis / klon yang telah dianjurkan oleh pemerintah. Klon yaitu keturunan unggul yang diperoleh dengan cara pembiakan vegetatif. Untuk klon ini, terbagi menjadi tiga, yaitu klon penghasil lateks . Klon penghasil kayu dan klon penghasil lateks dan kayu sekaligus.

Proses penyadapan menjadi hal yang penting dalam budidaya tanaman karet. Penyadapan adalah proses membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar getah cepat mengalir. Proses ini harus dilakukan dengan hati – hati dan sesuai dengan atural yang berlaku. Kesalahan dalam penyadapan maka pohon bisa rusak dan berhenti memproduksi lateks pada waktu yang masih belum saatnya.

Seiring pertumbuhan industri dan ekonomi dunia, kebuthan akan natural rubber ( karet ) sebagai bahan industri akan terus meningkat, sedangkan areal perkebunan karet makin terbatas sehingga harga komoditas karetpun akan terus naik. Statistic harga karet dunia sepuluh tahun terakhir dari tahun 2000 – 2010 menunjukan kenaikan  per tahun rata – rata sekitar 20-an %, dan harga rata – rata untuk tahun 2011 saja mencapai USD 4.5 ( sumber Indexmundo). Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain klon klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, system dan manajemen sadap dan lainnya. Dengan asumsi bahwa pengeloan kebun plasma dapat memenuhi seluruh criteria yang dengan dikemukakan dalam kultur tekhnis karet diatas, maka estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai Penelitian Karet.

Untuk mempercepat pengembangan karet saat ini Hermanto sedang mengusahakan kerjasama dengan BRI dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten wonosobo untuk menggulirkan program Kredit Energi Nabagi dan Revitalasi Perkebunan ( KPEN-RP), program ini sebagai upaya peningkatan produksi karet nasional dan membantu para petani dalam hal akses modal dari lembaga keuangan dengan modal dari lembaga keuangan dengan bunga yang rendah karena adanya subsidi dari pemerintah. Untuk jenis tanaman karet yang ditanamnya, bapak dua anak ini mengatakan , tanaman yang ditanam sesuai dengan rekomendasi Balai Penelitian Karet Departemen Pertanian adalah klon lateks PB 260. berikut adalah proyeksi produksi dan cahflow perkebunan karet menggunakan bibit quick starter dengan luas 1 Hektar, jumlah tanaman 460 pohon dengan asumsi harga karet Rp. 35.000, diluar biaya sewa lahan. Penghasilan rata – rata perbulan untuk 1 Ha adalah Rp. 4.6 Juta, atau Rp. 1 Juta perbulan per 100 pohon.

Tanaman karet bisa disadap pada usia 6 tahun, namun adanya dengan klon tipe quick starter tanaman karet bisa disadap pada usia 4.5 tahunan, sedangkan harga bibitnya, bibit karet di pasaran dijual dalam 3 bentuk :

    Benih Biji
    Okulasi Mata Tidur ( OMT )
    Bibit Polibag 1 atau 2 payung

Untuk harga polibag berkisar antara Rp. 6.500 s.d 12.000, sedangkan untuk OMT berkisar antara Rp. 3500 – 8000, dan untuk biji sekitar Rp. 100 – 1000 per biji, tergantung kualitas dan lokasi pembibitan. Untuk memaksimalkan bagi hasil, tanaman karet muda bisa ditumpang sari dengan tanaman lain sehingga para petani bisa mendapatkan tambahan. Pendapatan tambahan ini penting untuk sekedar pemasukan atau digunakan sebagai biaya perawatan.

Saat ini masyarakat wonosobo yang tergabung dalam gapoktan akan menerima kucuran dana dari Bank BRI. Dana ini nantinya digunakan untuk dana pengembangan budidaya tanaman karet. Dan tersebut bernama Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (  KPEN-RP ). KPEN-RP juga nantinya ditujukan ke sector hilir ( off-farm) yaitu industri pengolahan getah karet menjadi bahan pengolahan karet menjadi bahan baku standart Indonesian rubber dan barang jadi, sehingga diharapkan pengembangan karet ini akan bisa memberikan nilai tambah kepada masyarakat dan keseluruh stakeholder secara berkelanjutan. Nah, semakin menarik bukan, budidaya karet ini ?

semoga bermanfaat,,,
salam NASA :)

0 komentar:

Posting Komentar